Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi uWM Menjadi Narasumber dalam AcaraPerkuliahan Komunikasi Lintas Budaya dan Agama uIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta, 19 Maret  2024- Dua orang mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Widya Mataram, diundang sebagai narasumber dalam perkuliahan Komunikasi Lintas Budaya dan Agama di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kedua mahasiswa ini adalah Rebaudhy Mahardhika Pamungkas dan Imfakwak Kapisa. 

Dengan bertemakan “Komunikasi adalah Kunci Toleransi : Belajar dari Pemangku Agama Konghucu dan Agama Katolik” acara hari ini memberikan kesempatan untuk Rebaudhy selalu pemangku agama Khonghucu dan Imfakwak Kapisa sebagai pemangku agama Katolik menjelaskan terkait pengalaman pribadi sebagai penganut kedua agama tersebut terutama dalam lingkup toleransi dan diskriminasi.

Acara dimulai pada jam 07.40 dengan dipandu oleh dosen pengampu mata kuliah Komunikasi Lintas Budaya dan Agama yaitu Ibu Latifa Zahra, dengan memberikan penjelasan dan pengenalan siapa narasumber yang datang. Kemudian narasumber pertama yang pertama berbicara adalah Rebaudhy Mahardhika Pamungkas, dimana dalam penjelasannya menceritakan terkait bagaimana kehidupan yang dimilikinya. Bercerita dari awal kehidupan sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama yang aman, kemudian mendapatkan diskriminasi dari teman-teman semasa SMA, dan bahkan diskriminasi dan ketidakadilan yang didapatnya dalam proses birokrasi atau pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Selain itu iuga menceritakan terkait bagaimana yang dialami keluarga semasa tahun 1998 dan bagaimana penindasan yang dialami oleh keluarganya. Rebaudhy sendiri saat ini aktif bertugas sebagai ketua Himakom (Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi) Prodi Ilmu Komunikasi Fisipol UWM.

Sesi yang kedua dilanjut oleh Imfakwak Kapisa yang menceritakan tentang kehidupannya semasa pindah ke Jogja dan mendapatkan pertanyaan-pertanyaan diskriminasi dan rasisme, bahkan pertanyaan tersebut muncul dari Guru SMA-nya. Ia menceritakan bagaimana tempat asalnya yaitu Papua dianggap sebagai masyarakat tertinggal dan tidak memiliki akses kehidupan, seperti jalan raya dan mall. Selanjutnya Imfakwak Kapisa juga menjelaskan bagaimana ketika hendak mengikuti lomba basket, KTPnya yang berdomisili di Papua tidak diterima dan tidak dapat mengikuti lomba basket antar SMA/SMK di Bantul. 

Setelah kedua narasumber menceritakan tentang background kehidupannya, kemudian lanjut ke sesi pertanyaan yang menanyakan tentang narasumber. Pertanyaan tersebut seperti bagaimana perasaan narasumber terhadap diskriminasi, dan bagaimana pandangan narasumber tentang sebuah agama yang mayoritas, apakah termasuk ke dalam sebuah agama yang dominasi dan berbagai pertanyaan lainnya. Acara ini kemudian ditutup dengan foto bersama peserta beserta narasumber.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *